Kamis, 21 Januari 2010

LEGENDA DANAU SENTANI

 

          Pada zaman dahulu kala pada lokasi danau sentani dulunya adalah sebuah desa yang sangat makmur. Desa itu makmur karena bersekutu dengan seorang penyihir hebat yang konon dapat memberikan apapun yang diminta rakyatnya dengan balasan tumbal berupa seorang bayi.

        Para warga desa itu pun bersedia memberikan tumbal demi kemakmuran desanya (sungguh tidak berperik kemanusiaan
). Penyihir itu pun sangat senang tinggal di desa itu karena dia selalu dapat meningkatkan kemampuan ilmu hitamnya. Lalu dia mengangkat seorang anak yang akan menjadi penerusnya kelak nanti. Penyihir itu mengajarkan semua yang dia ketahui kepada anak itu.

        Peristiwa itu terjadi bertahun-tahun hingga kepala desa mendapat sebuah mimpi yang mengatakan bahwa peristiwa itu (memberikan tumbal dan meminta tolong kepada penyihir) sebenarnya tidak baik bagi mareka semua. Kepala desa mengumpulkan warganya lalu membicarakan apa yang seharusnya di lakukan, akhirnya mereka membuat keputusan untuk membasmi dan mengusir penyihir itu dari desa mereka.

        Pertama mereka berusaha membunuh anak yang telah menjadi penerusnya itu terlebih dahulu. Dengan segala cara mereka pun berhasil menyingkirkan anak itu. Penyihir itu pun tahu apa yang mereka rencanakan dan yang telah mereka lakukan kepada anak itu.

        Dia menjadi sangat marah dan berubah menjadi seekor siluman ular raksasa. Dia menghancurkan desa itu, para warga pun berusaha melawannya dengan senjata tradisional. Karena semangat, para warga pun dapat mengalahkannya tapi sebelum dia mati dia menusukkan ekornya ke tengah-tengah desa lalu keluarlah air yang tak henti-hentinya dari dalam bumi.

        Sekarang desa itu pun menjadi sebuah danau yang sangat luas, banyak orang yang pertma kali melihatnya mengira itu adalah laut yang menyambung hingga ke tengah kota padahal itu adalah sebuah danau yang sangat luas. Hingga saat ini cerita itu pun masih menjadi misteri dan cerita rakyat belaka.

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                        Di ceritakan kembali oleh :

                                                                KHARISMA P. ALAMSYAH XA